Rabu, 17 Juli 2013

Peran Madrasah Diniyah dalam Pembentukan Kepribadian Anak

Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan pendekatan nya terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etik Islam. Mentalnya di latih sehingga keinginan mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektualnya saja atau hanya untuk memperoleh keuntungan material semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk nasional yang berbudi luhur serta melahirkan  esejahteraan spiritual, mental, fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh umat manusia.[1]
Pada awal permulaan, pendidikan dan pengajaran Pendidikan Madrasah Diniyah dilakukan secara informal dan membawa hasil yang sangat baik. Sistem pendidikan informal ini, terutama yang berjalan dalam lingkungan keluarga sudah diakui kemampuannya dalam menanamkan sendisendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak di didik dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarga dan mereka di latih membaca al-Qur’an, kitab kuning , melakukan sholat dengan berjama’ah, berpuasa di bulan ramadhan dan lain-lain.[2]
Usaha-usaha pendidikan Islam dimasyarakat ini yang kemudian dikenal dengan pendidikan nonformal, dan hal ini muncul Madrasah Diniyah yang ternyata mampu menyediakan kondisi sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bari umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.[3]
Disamping itu, dengan tumbuhnya lembaga pendidikan Islam seperti Madrasah Diniyah menjadikan pilihan alternatif bagi orang tua yang tidak memiliki ilmu agama islam yang cukup untuk mendidik anak – anak mereka. Sehingga, anak – anak yang sudah berumur 7 tahun mengikuti pendidikan Islam di Madrasah Diniyah.[4]
Pengembangan aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang dan hingga yang akan datang. Hal ini dapat di lihat dari fenomena tumbuh kembang nya program dan praktek pendidikan Islam yang dilaksanakan di nusantara. Dalam hal ini, praktek pendidikan Islam yang di lakukan di madrasah juga memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan pendidikan Islam.
Dalam perkembangannya sistem madrasah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu Madrasah Diniyah dan madrasah yang di samping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga memberi pelajaran umum. Pendidikan Islam bagi bangsa Indonesia merupakan modal dasar yang menjadi tenaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa. Pendidikan Islam memberi motivasi hidup dan kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting.
Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan moral dan pembangunan generasi muda, oleh karena itu pendidikan Islam harus dilaksanakan secara intensif terprogram, untuk memperoleh hasil yang sempurna. Pada dasarnya inti dari materi – materi pendidikan Islam mencakup 3 aspek yaitu :
a.       Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
b.      Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh dan berkesinambungan antara perasaan dan akal pikiran serta antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akalan pikiran serta antara dunia dengan akhirat.
c.       Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.[5]
Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan moral dan pembangunan generasi muda oleh karena itu pendidikan yang harus dilaksanakan secara intensif dan terprogram, untuk memperoleh hasil yang sempurna. Pendidikan Islam juga bisa dilaksanakan di Madrasah Diniyah, dimana dalam Madrasah Diniyah ini santri di didik sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi generasi Islam yang berkualitas dan berakhlak baik. Peranan Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan islam sangatlah diperlukan.
Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan bagian dari system pendidikan pesantren yang wajib di pelihara dan di pertahankan karena lembaga ini telah terbukti mampu mencetak para kyai/ ulama, ustadz, dan sejenisnya.[6]
Berbagai model dan pola pengembangan pendidikan Islam tersebut pada dasarnya bermaksud untuk mengembangkan ajaran- ajaran dan nilainilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Secara historis, madrasah diniyah sebagai institusi pendidikan Islam merupakan perpanjangan tangan dari pondok pesantren (Islamic Boarding School) dengan model kelembagaan dan kurikulum yang sedikit berbeda, akan tetapi secara umum sama-sama mempunyai peran untuk menyelenggarakan pendidikan Islam bagi masyarakat sekitarnya.
Secara sosiologis, madrasah diniyah didirikan untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak menyekolahkan anaknya agar mau mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan berharap agar anaknya berperilaku dengan akhlak alkarimah (akhlak mulia).
Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat. Peran ini semakin tidak layak diabaikan ketika memperhatikan kuantitas Madrasah Diniyah yang sangat tidak sedikit.[7]
Pendidikan madrasah diniyah memiliki peran dalam penanaman nilainilai Islam lebih dini pada peserta didik. Sehingga anak didik mampu membedakan perilaku baik dan buruk yang berkembang di masyarakat.
Membentuk kepribadian Islami dengan pondasi yang kuat melalui penanamannilai-nilai keimanan dan memberikan Tsaqafah Islamiyah (Wawasan Islami). Sehingga mereka mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah, materi lainnya juga akan diberikan adalah dasar-dasar ilmu bahasa Arab.
Di samping itu, dengan adanya jenjang pendidikan ini diharapkan pendidikan Islam akan kembali solid dalam memberdayakan umat Islam di Indonesia yang sedang menuju pada masyarakat industrial dengan berbagai tantangan etos kerja, profesionalisme dan moralitas. Karena pendidikan Islam merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang dapat menghidupkan keseimbangan perkembangan dalam setiap diri manusia.[8]
Peran Pendidikan Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan agama Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Sebagai wahana penggalian, kajian, penguasaan ilmu-ilmu keagamaan dan pengenalan ajaran islam (akidah, syari’ah, dan akhlak),
b.      Sebagai media sosialisasi nilai-nilai ajaran agama Islam,
c.       Sebagai pemelihara tradisi keagamaan,
d.      Usaha membentuk akhlak dan kepribadian,
e.       Sebagai pendidikan alternatif (khusus agama).[9]
Madrasah dalam konteks mempersiapkan peserta didik menghadapi perubahan jaman akibat globalisasi memiliki peran yang amat penting. Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin umat, pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini.[10]
Dengan demikian, pendidikan Madrasah Diniyah sangatlah dibutuhkan masyarakat sebagai pengontrol dan penguasaan dalam mengarungi arus globalisasi. Dan diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi semua pihak dalam lingkungan dunia pendidikan, terutama lingkungan dunia pendidikan Islam khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.



[1] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 27.
[2] Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. 8, hlm. 209.
[3] Ibid., hlm. 211.
[4] Ibid., hlm. 217.
[5] Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa, 2003), hlm. 22.
[6] http://pendis.depag.go id/madrasah/ Insidex, di akses pada tanggal 11 Januari 2013.
[7] Hayat Rukyat, “Revitalisasi Peran Madrasah Diniyah”, http://www.madin.co.id,
diakses tanggal 11 Januari 2013.
[8] Tri, Republika Newsroom, http://www.republika.co.id/berita/15096/madrasah_diniyah_JIC, diakses tanggal 11 Januari 2013..
[9] Umaroh Aini, “Peran Pendidikan Diniyah dalam Pengembangan Agama Islam”, http://www.library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.s.i.2005.umarohaini.359, diakses tanggal 5 Februari 2013.
[10] Musthofa Imam Machali, Pedidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikir Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, (Yogyakarta: Presma dan Ar-Ruzz Media,2004), Cet. 1, hlm. 84.

Evaluasi pembelajaran Madrasah Diniyah

Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan penilaian atau sering disebut dengan  evaluasi. Karena Semua  hasil belajar pada dasarnya harus dapat dievaluasi. Pada umumnya kesulitan menilai hasil belajar timbul disebabkan, karena  pertama, perumusan tujuan yang kurang baik. Dan, kedua,  ketidakmampuan mengembangkan alat evaluasi yang tepat mengenai sasarannya.
Evaluasi  ini dimaksudkan untuk mengetahui kemanfaatan program bagi siswa maupun bagi sekolah, hemat biaya atau tidak, dan sebagainya. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi pengambilan keputusan untuk menentukan perlu tidaknya suatu program ekstrakurikuler tersebut dilanjutkan.
Pengertian evaluasi  Menurut Drs. Wayan  Nurkancana  dalam  member pengertian evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.[1]
Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (Mehren & Lehmann, 1978).[2]
Dari kedua definisi diatas penulis memberi kesimpulan bahwa evaluasi merupakan suatu proses untuk menilai sesuatu yang berhubungan dengan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan dalam rangka mencapai tujuan pedidikan.
Evaluasi juga merupakan alat untuk mengukur, sampai dimana pengusaan murid terhadap bahan (materi) pendidikan yang diberikan. Bahan-bahan pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar diolah sedemikian rupa sehingga untuk mengukur berhasil tidaknya bahan yang diajarkan perlu adanya suatu penilaian atau evaluasi.
Dalam kegiatan belajar mengajar evaluasi bukanlah sekedar pekerjaan timbal sulam tetapi evaluasi merupakan salah satu komponen, disamping materi atau bahan kegiatan saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Bagaimana baiknya tujuan-tujuan yang telah dirumuskan, akan tetapi bila tidak disertai dengan materi pelajaran yang sesuai, metode pengajaran  yang tepat, alat pengajaran yang memadai, prosedur evaluasi yang mantap maka tipis kemungkinan tujuan tersebut dapat dicapai seperti yang diharapkan. Maka program evaluasi ini diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik yang berkaitan dengan materi, metode, alat, fasilitas dan sebagainya.
Fungsi penilaian menurut Suharsimi Arikunto, dalam dasar-dasar  evaluasi pendidikan beliau membagi menjadi empat bagian:
a.       Penilaian berfungsi selektif
b.      Penilaian berfungsi diagnostik
c.       Penilaian berfungsi sebagai penempatan
d.      Penilaian berfungsi  sebagai pengukur.[3]
Secara lebih rinci, fungsi evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi, yaitu:
a.       untuk mengetahui kemajauan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
b.      Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
c.       Untuk keperluan Bimbingan dan Konseling (BK).
d.      Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.[4]
Tahapan evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan tahapan instruksional, kegiatan yang dapat dilakukan pada tahapan ini adalah sebagai berikut:
a.       Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa murid mengenai semua aspek pokok materi yang telah dibahas pada tahapan instruksional.
b.      Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa (kurang dari 75%) maka guru harus mengulang pelajaran.
c.       Untuk  memperkaya pengetahuan siswa mengenai materi yang dibahas, guru dapat memberikan tugas atau pekerjaan rumah (PR).
d.      Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberitahukan pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.[5]



[1] Suhasimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pedidikan, (Jakarta: Aksara, Cet. 7, 1991), hal. 11.
[2] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (PT. Remaja  Rosdakarya, 2006), hal. 3
[3] Suhasimi Arikunto, Dasar-Dasar,... .... ... ... ..., 90.
[4] Ngalim Purwanto, Mp., Prinsip-Prinsip,… ... … … …, 7.
[5] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (PT. Remaja  Rosdakarya, 2006), hal. 37.

Alat-Alat Pengajaran Madrasah Diniyah

Alat adalah segala sesuatu atau apa saja yang dapat dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan.[1] Pada sisi lain, alat pengajaran adalah segala alat yang dapat menunjang keefektifan dan efisien pengajaran.
Dalam proses belajar mengajar tidak lepas membutuhkan suatu alatalat pengajaran. Dalam hal ini alat pengajaran tersebut dibagi menjadi beberapa macam. Sebagaimana dikemukakan Zuhairini, bahwa alat-alat pengajaran agama tersebut dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1.      Alat pengajaran klasikal
Yakni alat-alat pengajaran yang dipergunakan oleh guru bersamasama  dengan murid. Sebagai contoh: papan tulis, kapur tulis, tempat shalat dan sebagainya.
2.      Alat pengajaran Individual
Yakni alat-alat yang dimiliki  oleh masing-masing murid dan guru. Seperti: alat-alat tulis, buku pelajaran untuk murid, buku-buku pegangan, buku persiapan guru dan sebagainya.
3.      Alat peraga
Ialah alat-alat pengajaran yang berfungsi untuk memperjelas ataupun memberikan gambaran yang konkrit tentang hal-hal yang diajarkannya.[2]


[1] Ahmad A. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT. Al- Ma'arif, 1999), Cet. IIV, hal. 50.
[2] Zuhairini, et.al., Metodik khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usana Offset Printing, 1991), hal. 49.

METODE PEMBELAJARAN DI MADRASAH DINIYAH

Secara umum materi Pendidikan dalam Madrasah Diniyah, mampunyai pembahasan yang sama dalam setiap kelas dan jenjang, hanya saja kedalaman materinya yang berbeda-beda. Bahan-bahan yang diajarkan dalam pendidikan Madrasah Diniyah ini menggunakan literatur kitab kuning. 
Metode pembelajaran Madrasah Diniyah
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ketujuan. Pemahaman terhadap materi pelajaran yang akan disampaikan terhadap siswa, akan lebih mudah dicapai dengan menggunakan metode pembelajaran.
Berikut ini beberapa metode pembelajaran di Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:
a.       Metode Sorogan
Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari siswa.
Namun metode sorogan memang terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang siswa yang bercita-cita menjadi seorang alim. Metode ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang siswa dalam menguasai bahasa Arab. Karena dalam metode ini siswa secara bergantian membaca satu persatu dihadapan ustadz.[1]
Sorogan adalah metode pendidikan yang tidak hanya dilakukan bersama ustadz, melainkan juga antara siswa dengan siswa lainnya. Dengan metode sorogan ini, siswa diajak untuk memahami kandungan kitab secara perlahan-lahan dan secara detail dengan mengikuti pikiran atau konsep-konsep yang termuat dalam kitab kata perkata.
Inilah yang memungkinkan siswa menguasai kandungan kitab baik menyangkut konsep dasarnya maupun konsep-konsep detailnya. Sorogan yang dilakukan secara pararel antara siswa juga sangat penting, karena siswa yang memberikan sorogan memperoleh kesempatan untuk mengulang kembali pemahamannya dengan memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
Dengan demikian, sorogan membantu siswa untuk memperdalam pemahaman yang diperolehnya lewat bandongan. 
b.      Metode Wetonan/Bandongan
Wetonan, istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa) yang berarti waktu, sebab pembelajaran tersebut diberikan pada waktuwaktu tertentu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, dimana para siswa mengikuti pelajaran dengan duduk dihadapan ustadz yang menerangkan pelajaran secara kuliah, siswa menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan.[2]
c.       Metode Musyawarah/Bahtsul Masa'il
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il, merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang siswa dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh ustadz, atau mungkin juga siswa senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaanya, para siswa dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya.
Dengan demikian, metode ini lebih menitik beratkan pada kemampuan perseorangan di dalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan, dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu. Musyawarah dilakukan juga untuk membahas materi-materi tertentu dari sebuah kitab yang dianggap rumit untuk memahaminya.[3]
d.      Metode Ceramah
Metode ceramah, yaitu guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya terbatas) dan tempat tertentu pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian terhadap suatu masalah, karena itu cara tersebut sering juga disebut dengan metode kuliah, sebab ada persamaan guru mengjar dengan seorang dosen/maha guru memberikan kuliah kepada mahasiswa-mahasiswanya.[4]
e.       Metode Hafalan (muhafazhah)
Metode hafalan ialah kegiatan belajar siswa dengan cara menghafalsuatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan ustadz. Para siswa diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki siswa ini kemudian dihafalkan dihadapan ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk ustadz yang bersangkutan.[5]
Materi pembelajaran dengan metode hafalan umumnya berkenaan dengan Al-Qur'an, nadham-nadham untuk nahwu, shorof, tajwid ataupun teks-teks nahwu shorof dan fiqih.
f.       Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah
 Metode ini, adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu, yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan ustadz.



[1] Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LKIS, 2001), hal. 28-29.
[2] Dep. Agama RI, Pondok ,... ... ... ... ..., 39-40.
[3] Dep. Agama RI, Pondok ,... ... ... ... ..., hal 43
[4] Dr. Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 289.
[5] Dep. Agama RI, Pondok ,... ... ... ... ..., 46-47

Muatan Pokok Mata Pelajaran Madrasah Diniyah

Muatan pokok mata pelajaran ialah  salah satu atau sekumpulan bahan kajian, yang diajarkan kepada siswa untuk mencapai tujuan pendidikan di Madrasah Diniyah yang tersebar disemua tingkat. Setiap tingkat memiliki ke dalaman yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan psikologi dan pengalaman siswa.
Adapun muatan pokok mata pelajaran Madrasah Diniyah, adalah sebagai berikut:  
a.       Al-Qur'an Hadits
Mata pelajaran Al-Qur'an Hadits, diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan tentang isi yang terkandungan dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Dan diharapkan, dengan pemahaman dan penghayatan tersebut, siswa dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun masyarakat. Ruang lingkup pengajaran Al-Qur'an ini lebih banyak berisi pengajaran keterampilan khusus yang memerlukan banyak latihan dan pembiasaan.[1]
 Sedangkan pengajaran hadits ini memuat informasi disekitar teks yang dikaitkan kepada Nabi Muhammad SAW, yakni informasi bahan-bahan tertulis dengan huruf Arab, yang pada masa sekarang dapat dikutip dari kitab-kitab hadist.[2] Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi sebagai materi hadits dapat berupa apa-apa yang perah disabdakan/ dikaitkan Nabi Saw, dilaksanakan Nabi, disetujui/disepakati Nabi, serta informasi yang disampaikan para sahabat tentang sifat-sifat Nabi.
Mata pelajaran Al-Qur'an,  misalnya: Ilmu Tajwid, Ilmu Qira'at, Ilmu Nigham, Ilmu Makhraj, dan sebagainya. Sedangkan hadits, misalnya: Ilmu Hadits, Ilmu Musthalah Hadits, dan sebagainya. 
b.      Aqidah
Pelajaran aqidah, bertujuan memberi pengetahuan kepada siswa tentang iman dan perkara-perkara yang harus diimani oleh muslim.
Dengan pengetahuan itu, diharapkan siswa mempunyai keyakinan yang kuat dalam memeluk agama Islam. Karena dalam ilmu ini dibicarakan mengenai aqidah Islam, maka yang dibahas ialah masalah kepercayaan, keimanan kepada wujud dan keesaaan Allah, para ulama menganggap bahwa yang dibicarakan itu merupakan prinsip pokok dalam agama Islam.[3]
c.       Akhlak
Akhlak adalah ilmu yang membicarakan nilai sesuatu perbuatan menurut ajaran agama Islam, membicarakan sifat-sifat terpuji dan tercela menurut ajaran agama Islam, membicarakan berbagai hal yang langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat-sifat itu pada diri seseorang secara umum.[4]
Mata pelajaran akhlak, bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada siswa untuk meneladani kepibadian Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul dan hamba Allah. Disamping itu, pengajaran akhlak membentuk batin siswa yang kelihatan pada tindaktanduknya (tingkah lakunya).
Pembentukan ini, dapat dilakukan  dengan memberikan pengertian tentang buruk baik dan kepentingannya dalam kehidupan, memberikan ukuran, menilai buruk baik itu, melatih dan membiasakan berbuat, medorong dan memberi sugesti agar mau dan senang berbuat.
d.      Fiqih
Fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan dan memuat hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur'an, sunnah dan dalildalil syar'i yang lain.[5]
Mata pelajaran ini, memberikan pengetahuan kepada siswa tentang ajaran-ajaran agama Islam yang bersifat amaliyah, baik itu ubudiyah maupun mu'amalah. Dengan pengetahuan itu, diharapkan siswa dapat mengetahui mana yang wajib dan harus dilaksanakan, serta yang haram dan harus ditinggalkan.
e.       Bahasa Arab
Mata pelajaran ini, memberikan pengetahuan kepada siswa tentang tata bahasa Arab.
Dengan pengetahuan itu, diharapkan siswa dapat mudah mempelajari dan memahami Al-Qur'an dan Hadits serta kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan bagi siswa dalam mempelajari ajaran Islam. Mata pelajaran bahasa Arab, misalnya: Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Ilmu Balaghah, dan sebagainya. 
f.       Tarikh/Sejarah
Tarikh/sejarah ialah studi tentang riwayat hidup Rasulullah SAW, sahabat-sahabat dan imam-imam pemberi petunjuk yang diceritakan kepada murid-murid sebagai contoh teladan yang utama dari tingkah laku manusia yang ideal, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial.[6]
Mata pelajaran ini, memberikan pengetahuan kepada siswa tentang sejarah Islam. Dengan pengetahuan itu, diharapkan siswa dapat mengambil tauladan dari sejarah umat Islam terdahulu. Mata pelajaran tarikh/sejarah, misalnya: sejarah Islam, sejarah syari'at Islam (tarikh tasyri') dan sejarah kebudayaan Islam.



[1] Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 91.
[2] Chabib Thoha, et. al., Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset), hal. 59.
[3] Dr. Zakiah Daradjat, dkk., Metodik,... ... ... ... ..., 64. 
[4] Dr. Zakiah Daradjat, dkk., Metodik,... ... ... ... ..., 71
[5] Dr. Zakiah Daradjat, dkk., Metodik,... ... ... ... ..., 78. 
[6] Chabib Thoha, et. al., Metodologi ... ... ... ... ..., 215.

ARAH DAN TUJUAN MADRASAH DINIYAH

tujuan Madrasah Diniyah adalah:[1]
a.      Madrasah Diniyah Awaliyah
Tujuan Institusional Umum Madrasah Diniyah Awaliyah ialah agar para murid:
1)      Memiliki sikap sebagai seorang muslim dan berakhlak mulia.
2)      Memiliki sikap sebagai seorang warga negara Indonesia yang baik.
3)      Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani.
4)      Memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya.
Tujuan Institusional Khusus Madrasah Diniyah Awaliyah ialah agar murid:
1)      Dalam bidang pengetahuan:
a)      Memiliki pengetahuan dasar tentang agama Islam.
b)      Memiliki pengetahuan dasar tentang bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama Islam.
2)      Dalam bidang pengamalan 
a)      Dapat mengamalkan ajaran agama Islam.
b)      Dapat belajar dengan cara yang baik.
c)      Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.
d)     Dapat menggunakan dasar-dasar bahasa Arab.
3)      Dalam bidang nilai dan sikap
a)      Cinta terhadap agama Islam dan berkeinginan untuk melakukan ibadah shalat dan ibadah lainnya.
b)      Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
c)      Mematuhi disiplin dan peraturan yang berlaku.
d)     Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
e)      Memiliki sikap demokratis, tenggang rasa, dan mencintai sesama manusia, bangsa serta lingkungan sekitarnya
a)      Menghargai setiap pekerjaan dan usaha yang halal.
b)      Menghargai waktu, hemat, dan produktif.
b.      Madrasah Diniyah Wustha
Tujuan Institusional Umum Madarasah Diniyah Wustha ialah agar para siswa:
1)      Memiliki sikap sebagai seorang muslim yang bertakwa dan berkhlak mulia.
2)      Memiliki sikap sebagai warga negara yang baik.
3)      Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani.
4)      Memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan kepribadiaanya.
5)      Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam bermasyarakat dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
Tujuan Institusional Khusus Madarasah Diniyah Wustha ialah agar para siswa:
1)      Dalam bidang pengetahuan:
a)      Memiliki pengetahuan tentang agama  Islam secara lebih mendalam dan luas.
b)      Memiliki pengetahuan tentang bahasa Arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama Islam.
2)      Dalam bidang pengalaman
a)      Dapat mengamalkan ajaran agama Islam.
b)      Dapat belajar dengan cara yang baik.
c)      Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.d) Dapat menggunakan bahasa Arab.
d)     Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan prinsipprinsip ilmu pengetahuan yang telah dikuasai berdasarkan ajaran agama Islam.
3)      Dalam bidang nilai dan sikap
a)      Cinta dan taat terhadap agama  Islam dan berkeinginan untuk menyebarluaskannya.
b)      Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lain  yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
c)      Memiliki sikap demokratis, tenggangrasa dan mencintai sesama manusia, bangsa serta lingkungan sekitarnya.
d)     Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
e)      Mematuhi disiplin dan peraturan yang berlaku.
f)       Menghargai setiap pekejaan dan usaha yang halal.
g)      Menghargai waktu, hemat dan produktif.
c.       Madrasah Diniyah 'Ulya
Tujuan Institusional Umum Madarasah Diniyah 'Ulya ialah agar para siswa:
1)      Memiliki sikap sebagai seorang muslim yang bertakwa dan berakhlak mulia.
2)      Memiliki sikap sebagai seorang warga negara yang baik.
3)      Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani.
4)      Memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi pengembangan kepribadianya.
5)      Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
Tujuan Institusional Khusus Madarasah Diniyah 'Ulya ialah agar para siswa:
1)      Dalam bidang pengetahuan:
a)      Memiliki pengetahuan tentang agama  Islam secara lebih luas dan mendalam.
b)      Memiliki pengetahuan tentang bahasa  Arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama Islam.
2)      Dalam bidang pengalaman
a)      Dapat mengamalkan ajaran agama Islam
b)      Dapat belajar dengan cara yang baik.
c)      Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.
d)     Dapat menggunakan bahasa  Arab dengan baik serta dapat membaca dan memahami kitab berbahasa Arab.
e)      Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan prinsipprinsip ilmu pengetahuan yang telah dikuasai berdasarkan ajaran agama Islam.
3)      Dalam bidang nilai dan sikap
a)      Cinta dan taat terhadap agama  Islam dan berkeinginan untuk menyebarluaskannya.
b)      Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lain  yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
c)      Memiliki sikap demokratis, tenggang rasa dan mencintai sesama manusia, bangsa serta lingkungan sekitarnya.
d)     Berminat serta bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
e)      Mematuhi disiplin serta peraturan yang berlaku.
f)       Menghargai setiap jenis pekejaan dan usaha yang halal.
g)      Menghargai waktu, hemat dan produktif.
Adapun yang menjadi tujuan Madrasah  Diniyah  secara umum adalah:
a.       Memberikan pelajaran dan pendidikan agama Islam kepada para siswa.
b.      Memberikan tambahan pengetahuan agama  Islam kepada para siswa yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahnya.



[1] Departemen Agama RI II, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Depag, 2000), hal. 144-118