Rabu, 17 Juli 2013

Hakikat dan Fungsi Madrasah Diniyah

Madrasah Diniyah pertama kali  muncul di Indonesia pada tahun 1915 yaitu ketika Zainudin Labai seorang tokoh pembaharu pendidikan mendirikan sebuah madrasah dengan nama  Diniyah School di daerah Minangkabau. Madrasah ini merupakan pengembangan dari sistem tradisional yang dilaksanakan di surau-surau menjadi sistem klasikal.[1]
Dalam perkembangan selanjutnya sistem madrasah ini diambil oleh pondok-pondok pesantren sehingga hampir seluruh pondok pesantren di Indonesia menggunakan sistem madrasah disamping sistem lama yang masih dipertahankan.
Selanjutnya sekarang ini, banyak didirikan madrasah diniyah di luar pesantren dengan tujuan untuk memenuhi kekurangan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum, madrasah-madrasah diniyah tersebut ada yang di bawah pembinaan Kementerian Agama dan ada yang dikelola swasta dengan menggunakan kurikulum sendiri.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Madrasah Diniyah dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu:
a.       Madrasah Diniyah di bawah naungan Pondok Pesantren;
b.      Madrasah Diniyah di bawah pembinaan Kementerian Agama.
c.       Madrasah Diniyah swasta di luar pondok  Pesantren.
Sedangkan untuk tingkatan kelas dalam madrasah diniyah hampir sama dengan tingkatan sekolah pada umumnya yaitu:
a.       Tingkat dasar dinamakan diniyah  awwaliyah atau ula dengan masa belajar selama 4 tahun.
b.      Tingkat menengah dinamakan diniyah wustha dengan masa belajar selama 3 tahun.
c.       Tingkat atas dinamakan diniyah ‘ulya dengan masa belajar 3 tahun.[2]
Adapun fungsi yang diemban oleh madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam menurut An Nahlawi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin dan Mujib adalah sebagai berikut:
a.       Merealisasikan pendidikan Islam yang  didasarkan atas prinsip fikir, akidah dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
b.      Memelihara fitrah anak didik sebagai insan yang mulia, agar ia tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
c.       Memberikan kepada anak didik  dengan seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintegrasikan antara imu-ilmu alam, ilmu sosial dan ilmu eksakta dengan landasan ilmu agama, sehingga anak didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan Iptek.
d.      Membersihkan pikiran dan jiwa dari pengaruh subyektifitas (emosi).
e.       Memberikan wawasan nilai dan  moral serta peradaban manusia khasanah pemikiran anak didik menjadi berkembang.
f.       Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antar anak didik.[3]

Fungsi-fungsi tersebut mencerminkan madrasah pada umumnya, yaitu madrasah yang mengajarkan juga ilmu-ilmu umum baik tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah maupun aliyah.
Sedangkan untuk Madrasah Diniyah mempunyai fungsi khusus karena hanya mengajarkan bidang agama, sehingga fungsi pengembangan Iptek tidak dapat dilaksanakan. Adapun fungsi Madrasah Diniyah secara umum adalah sebagai berikut:
a.       Membina perkembangan kepribadian anak
b.      Memberikan tuntunan dan pembinaan kesejahteraan anak yang diperlukan pada masa mudanya
c.       Memberikan pendidikan keagamaan pada anak agar diamalkan bagi diri anak dan dicontohkan kepada orang lain
d.      Membantu rumah tangga/keluarga untuk memenuhi kebutuhan anaknya
e.       Membantu meningkatkan dan memajukan keluarga dan masyarakat
f.       Membantu dalam peningkatan pendidikan agama pada sekolah umum
g.      Memberi pendidikan dan tuntunan kepada anak dalam kependudukan dan lingkungan hidup.[4]



[1] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1991), hal. 62.
[2] Karel Steen Brink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 167-168 74
[3] Muhaimin dan Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam : Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 307. 75
[4] Depag RI, Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pesantren, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 1983/1984), hal. 15. 

0 komentar: