Pengertian secara bahasa madrasah berasal dari kata darasa (belajar) yang mempunyai isim makan madrasah yang berarti tempat
belajar atau sekolah.[1] Sedangkan
diniyyah berasal dari kata din (agama) yang mendapat akhiran ya’nisbah yang mempunyai arti hal-hal yang berhubungan
dengan agama. Jadi secara bahasa madrasah diniyyah dapat diartikan sebagai
sekolah atau tempat belajar yang memberikan pelajaranpelajaran agama.
Zuhairini memberikan pengertian Madrasah Diniyah
sebagai sekolah yang khusus memberikan
pendidikan dan pengajaran agama.[2]
Sedangkan menurut departemen agama, madrasah diniyah
adalah madrasah yang seluruh
mata pelajarannya bermaterikan ilmu-ilmu agama, yaitu fiqh, tafsir, tauhid,
hikmat tasyri’, dan ilmu-ilmu agama lainya.[3] dengan
materi ilmu agama yang demikian padat dan lengkap, maka kemungkinan para santri
yang belajar didalamnya lebih baik penguasaannya terhadap ilmu-ilmu agama.
Yang kedua, madrasah diniyah atau
Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada
semua jalur dan jenjang pendidikan.
Yang Ketiga, madrasah diniyah adalah
bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat
tentang pendidikan agama.
Yang Keempat, madrasah diniyah adalah
lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal
yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada
pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di
sekolahannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa madrasah diniyah adalah lembaga lembaga pendidikan keagamaan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam.
[1] Ahmad Warson, Kamus
Al-Munawwir Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hal.
398
[2] Zuhairini, dkk., Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: bumi Aksara, 1995), hal. 217
[3] Departemen Agama RI II, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta:
Depag, 2000), hal. 7
[4] Haedar
Amin, el-Saha Isham, Peningkatan Mutu
Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal.
39
0 komentar:
Posting Komentar